Pages

Sabtu, 02 Mei 2015

MEMAKNAI HARI PENDIDIKAN




Halo rekan pembaca sekalian, saya adalah mahasiswa 2A MBP PNB (Politeknik Negeri Bali) jurusan Pariwisata. Di blog ini, saya akan membagi semua pengalaman saya selama menjadi mahasiswa 2A MBP PNB Pariwisata. Nah status saya sebagai mahasiswa 2A MBP PNB Pariwisata tentunya membuat saya harus mempelajari segala hal mengenai dunia kepariwisataan.

Postingan mahasiswa 2A MBP PNB Pariwisata kali ini lagi-lagi membahas tentang Hari Pendidikan. Saya selaku mahasiswa 2A MBP PNB Pariwisata tentu sangat antusias dengan Hari Pendidikan. Apakah para rekan pembaca juga antusias seperti mahasiswa 2A MBP PNB Pariwisata ini? Tentunya iya kan? Nah daripada makin gak jelas yuk langsung dibaca aja artikel kali ini.

Merujuk pada postingan sebelumnya mengenai Hari Pendidikan Nasional Indonesia dan juga Hari Pendidikan bagi umat Hindu diBali. Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan oleh kaum pelajar terutama bagi penulis sendiri selaku mahasiswa untuk ikut serta dan juga berperan aktif didalam pemaknaan Hari Pendidikan itu sendiri.

1. Tekun Belajar dalam Keadaan Apa Pun

Pada jaman penjajahan Belanda, hanya orang-orang tertentu saja yang diperbolehkan mengenyam pendidikan. Sebagai warga keturunan bangsawan atau ningrat, dan Bapak Pendidikan kita Ki Hadjar Dewantara tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk berjuang, khususnya demi kemerdekaan Negara kita tercinta ini. Melalui jalur pendidikan, beliau ingin keberadaan dirinya membawa manfaat bagi Negara kita.

Bagaimana dengan kita? Pada saat ini, kita sebagai warga Indonesia memiliki banyak sekali kesempatan untuk mengenyam pendidikan seluas-luasnya. Mungkin memang untuk kalangan tertentu, mereka mendapatkan kemudahan untuk bisa mengenyam pendidikan lebih tinggi dan lebih baik, namun bila kita hanya berhenti dan banyak mengeluh dengan keadaan kita itu tidak akan banyak memberikan manfaat.

Kita juga seharusnya melihat bila banyak orang sukses yang tidak memiliki pendidikan yang tinggi atau bisa disebuat sebagai orang-orang yang “gagal”. Namun mereka memiliki semangat juang yang tinggi dan tidak mudah putus asa. Selain itu, mereka juga pandai melihat kesempatan. Namun bila seseorang tidak memiliki daya juang dan semangat, bagaimana seseorang bisa mendapatkan kesempatan?

Mau belajar, itulah salah satu kunci lepas dari kemiskinan, bila kita mau memulainya dari DIRI KITA. Tak peduli bagaimana pun kondisi yang sedang dijalani, aka nada banyak sekali kesempatan untuk memulai dan meneruskan pendidikan bila kita terus mencari dengan tidak kenal lelah

2. Tidak Terpuruk dalam Kegagalan

Setelah menamatkan pendidikannya Ki Hajar Dewantara meneruskan untuk belajar ke STOVIA. Namun karena kondisi yang kurang baik, maka beliau pun tidak menyelesaikan pendidikannya di STOVIA.

Namun perjuangannya di dunia pendidikan tidak berhenti. Beliau pun mulai banyak berkonsentrasi dalam mengembangkan bakatnya di dunia jurnalis dan mulai aktif menulis di beberapa surat kabar.

Bagaimana dengan kita? Pada jaman dahulu, mungkin tidak mudah untuk menjadi seorang penulis. Karena media informasi di Negara kita masih sangat terbatas.

Namun dengan ketekunan beliau, banyak tulisan-tulisan beliau yang dimuat di surat kabar. Berbeda dengan di jaman sekarang, banyak sekali media-media yang bisa kita gunakan untuk menyalurkan hobi kita, terutama menulis.

Di internet banyak sekali forum-forum dan web site sebagi tempat menyalurkan talenta yang bisa kita manfaatkan. Dapat pula kita membuat blog atau web-site kita sendiri sebagai tempat menyalurkan “pemikiran” kita.

Jadi jangan sia-siakan kegagalan itu untuk bisa lebih banyak belajar, dan lebih semangat dalam meraih mimpi.

3. Aktif dalam Kegiatan Bermasyarakat (Bersosialisasi)

Bersosialisasi adalah kelebihan Ki Hajar Dewantara, beliau sangat aktif berkecimpung di banyak bidang. Meski lebih banyak berperan aktif dibidang pendidikan beliau juga mengembangkan dirinya di bidang politik dan sosial.

Beliau memiliki banyak teman dari berbagai kalangan, baik pendidikan, sosial, dan politik. Itulah yang menjadi inspirasi beliau untuk menulis keadaan sosial dan politik di Negara kita, khususnya dalam mengkritik penjajah di Negara kita, yaitu Belanda.

Inilah pentingnya hidup bermasyarakat. Sebagai manusia, tentu kita dianugrahi talenta dari Tuhan. Mari kita mulai menekuni suatu bidang dan belajar banyak hal lagi dari ilmu yang kita tekuni tersebut, dengan “talenta-talenta” yang diberikan Tuhan tersebut.

Dan melalui bersosialisasi, kita akan semakin mengembangkan diri dan menemukan talenta-talenta kita yang lain. Kita juga akan memiliki sudut pandang baru lewat kegiatan sosialisasi dengan masyarakat atau teman yang juga menggeluti bidang yang sama ataupun berbeda bidang.

4. Pandai Memanfaatkan Situsi Untuk Mencari Peluang

Setelah beliau menulis sebuah tulisan di sebuah surat kabar yang berjudul “Andai Aku Seorang Belanda”, beliau ditangkap dan diasingkan ke Bangka, lalu ke Belanda. Di masa pengasingan tersebut, beliau tidak merasa terpuruk dan menyerah. Beliau seakan-akan malah “bersyukur” dengan hukuman yang dia terima. Karena berkat hukuman tersebut, beliau mendapatkan kesempatan untuk lebih menekuni bakatnya di bidang pendidikan dan pengajaran. Bahkan, beliau mendapatkan sebuah sertifikat pendidikan di negeri belanda, Europeesche Akte.

Disituasi yang kurang baik, marilah kita pandai-pandai dalam melihat peluang. Akan ada saatnya ketika kita harus menerima kata “Tidak” didalam kehidupan ini.

Jadi disaat kita gagal, marilah kita lebih membuka wawasan kita. Makin mendekatkan diri pada Tuhan, makin perbanyak pergaulan serta semakin rajin belajar.

Tidak akan ada yang tahu kalau kegagalan yang pernah kita alami justru membawa kita pada kesuksesan yang lebih besar.

5. Belajar dari Semboyan Ki Hajar Dewantara

Dalam perjuangannya terhadap pendidikan bangsanya, Ki Hajar Dewantara mempunyai Semboyan yaitu:

a. Tut wuri handayani,
artinya dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan.

b. Ing madya mangun karsa
artinya: di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide.

c. Ing ngarsa sung tulada
artinya di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau tindakan baik

Hingga saat ini, semboyan dari seorang Ki Hadjar Dewantara masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan diIndonesia. Dan semboyan ini terus mengingatkan para kaum pelajar akan pentingnya sebuah perjuangan didalam menuntut ilmu pengetahuan.

Sekian pembahasan kali ini. Semoga bermanfaat bagi rekan pembaca sekalian.

Salam hangat dari Bali :) Salam dari mahasiswa 2A MBP PNB Pariwisata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar